Di
sekolah, dari bel masuk hingga bel pulang, aku tidak ingin menemui Rendy. Jika
dia menyamperi ku, aku menghindar. Begitupun dengan Mona, aku masih belum bisa
berbicara kepadanya. Aku masih ingin sendirian, merenung dan berfikir, apa yang
harus aku pilih diantara sahabat atau laki-laki yang kusuka. Semalaman aku
tidak bisa tidur hanya karna hal itu. Aku masih belum bisa memutuskan
jawabannya.
Keesokkan
harinya, aku memutuskan untuk bertemu Mona. Aku memberanikan diri untuk bilang
kepadanya kalau aku ingin menerima Rendy menjadi pacarku. Hal ini sudah sangat
lama ku nantikan, karna aku sangat menyukai Rendy. Maka dari itu, aku memilih
untuk menerimanya menjadi pacarku. Setelah bertemu Mona, aku menceritakan
semuanya. Mona terlihat sangat kecewa dengan keputusanku itu, tetapi dia
menerimanya. Akhirnya dia rela aku berpacaran dengan Rendy.
Aku
sangat senang karna kini Rendy, orang yang sudah lama aku sukai menjadi pacarku.
Tapi aku juga sedih, karna dengan demikian aku sudah tidak bersahabat lagi
dengan Mona. Hari-hariku ku jalani berdua dengan Rendy, dia bukan hanya sekedar
pacar bagiku tetapi juga sahabat baruku. Setelah dua bulan aku berpacaran
dengan Rendy, terjadi perpecahan diantara kami berdua.
“Ren,
kok kamu belakangan ini cuek sama aku?” tanyaku kepada Rendy.
“Hah?
Enggak kok Gab, aku gak kenapa-napa, biasa aja ah.” Jawabnya.
“Kamu
akhir-akhir ini beda banget sikapnya, dan lebih sering merhatiin hp daripada
aku.”
“Ah
gak juga kok, aku tetep merhatiin kamu kok, Gab.”
“Ah
ya udahlah terserah kamu aja.” Jawabku lirih.
Hari
demi hari, hubunganku dengan Rendy menjadi semakin renggang. Kami jarang
menghubungi satu sama lain, kami juga jarang bersama ketika di sekolah.
Perasaanku tidak enak, mengapa setiap hari Rendy selalu membawa hp-nya
kemana-mana? Apa ada sesuatu yang tidak aku ketahui darinya? Aku mencoba
mendekatinya dan bertanya kepadanya.
“Hai
Rendy” sapaku sambil tersenyum manis.
“Eh
Gaby, ada apa Gab?” jawabnya sambil tetap menatap tajam ke layar hp-nya.
“Ih
kok kamu jawabnya gitu sih? Ada yang kamu sembunyiin dari aku ya?” tanyaku
penasaran.
“Enggak
kok, ada apaan sih? Kamu penasaran banget kayaknya.”
“Itu
apa? Kenapa kamu belakangan ini selalu bawa hp kamu kemanapun kamu pergi?
Sementara aku gak tau apa yang kamu lakuin. Aku ini masih kamu anggep sebagai
pacar gak sih?”
“Apaan
sih, Gab? Lebay banget, orang ini bukan apa-apa kok.”
“Coba
sini aku liat.” Aku menarik hp-nya dari tangannya.
Ternyata
perasaan tidak enak itu benar. Rendy mempunyai perempuan lain selain aku dan
dia bilang lebih sempurna daripada aku. Aku tidak menyangka, orang yang aku
percaya selama ini akan benar-benar menepati janjinya untuk selalu menjagaku
ternyata hanya omong kosong. Bodohnya aku telah merelakan persahabatanku putus
dengan Mona dan memilih orang seperti Rendy. Aku sangat menyesal. Sangat-sangat
menyesal. Saat itu juga aku memutuskan Rendy.
“Ternyata
selama ini perasaanku benar, kamu punya perempuan selain aku. Aku nyesel lebih
milih kamu dibanding Mona.” aku berbicara dengan mata berkaca-kaca. “Kita
putus, Ren.”
“Oh
baiklah, itulah yang aku tunggu darimu, memutuskanku. Dan sekarang aku bebas
berpacaran dengan Mona.”
“Hah?
Apa kamu bilang? Mona? Jadi perempuan itu Mona? Sejak kapan kamu berpacaran
dengannya?” tanyaku seperti mengintrogasinya.
“Iya
Mona, ada masalah? Sejak kapan kamu tidak perlu tau.” Rendy menjawab kemudian
meninggalkanku begitu saja.
Oh
Tuhan, apa aku tidak salah dengar? Mona? Jadi selama ini mereka berpacaran di
belakang ku? Tanpa kusadari air mata mengalir deras melewati pipiku. Baru saja
aku ingin meminta maaf dengan Mona dan memintanya menjadi sahabatku lagi
seperti dulu. Sepertinya niat itu tidak akan jadi. Sepulang sekolah, aku
melihat Mona berjalan berdua dengan Rendy. Memang, aku tidak bisa berbohong
kalau hatiku sungguh sakit. Tetapi, aku rasa itu adil bagi Mona, karena
sekarang aku yang merasakan rasa sakit itu.
Satu
bulan kemudian, kejadian yang sama denganku terulang. Mona dan Rendy kelihatan
tidak sedekat dulu ketika pertama pacaran. Mereka berjauhan seperti selayaknya
aku dan Rendy dulu. Aku yakin, pasti ada sesuatu hal yang terjadi diantara
mereka. Esoknya, Mona berlari ke arahku dengan air mata mengucur deras
dipipinya. Dia menceritakan semua yang terjadi diantaranya dan Rendy. Sudah
kuduga, Rendy memiliki perempuan lain lagi dibelakang Mona. Aku heran, kenapa
dulu aku suka dengan playboy seperti dia.
Melalui
hal ini, aku dan Mona sadar bahwa persahabatan lebih penting dibandingkan
laki-laki. Kami berdua berjanji akan selalu bersahabat sampai kapanpun dan tidak
akan bertengkar lagi hanya karna kami menyukai seorang laki-laki yang sama,
seperti halnya yang terjadi pada kami saat itu. Mulai sekarang, aku dan Mona
kembali menjadi sepasang sahabat. Sahabat sejati selamanya.
***
Gimana? Cerpennya
bagus gak?;D maaf ya kalau gak bagus, aku bukan profesional soalnya hehehe.
Jadi intinya, persahabatan itu lebih penting dari seorang laki-laki. Jangan
sampe kamu sama sahabat kamu berantem cuma karna suka sama laki-laki yang sama.
Oke segini dulu ya, kapan-kapan aku akan ngepost cerpen lainnya buatan ku
sendiri. Bye, see you on the next post! Salam blogger^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar